Minggu, 16 Mei 2010

Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan


I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Sebagai tempat kegiatan usaha manusia untuk mencapai tujuannya, kota perkembangannya kini sangat cepat. Kota dengan keterbatasan fasilitas yang tersedia menuntut adanya kondisi fisik dan lingkungan yang aman, nyaman juga sehat bagi warganya. Kota Surabaya mengalami perkembangan yang pesat dalam hal pertumbuhan penduduk maupun pembangunan fisik, namun kurang diimbangi dengan daya dukung alam terhadap kenyamanan lingkungan.
Untuk memulihkan daya dukung alam yang semakin berkurang maka penduduk kota membuat lingkungan buatan seperti ruang terbuka hijau (RTH), dimana lahan – lahan yang masih tersisa ditanami berbagai tanaman hias. Usaha ini sesuai dengan potensi yang dimiliki kota yang sejalan dengan upaya pemerintah yaitu dengan adanya Instruksi Menteri Dalam Negeri (Imendagri) No.14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan (Irwan, 1997).
Salah satu bentuk ruang terbuka hijau (RTH) adalah jalur hijau atau taman kota. Jalur hijau atau taman kota, berdasarkan sifat pemanfaatannya termasuk dalam ruang terbuka hijau (RTH) aktif. Untuk jalur hijau yang luasnya sangat terbatas dan didominasi oleh tanaman hias berupa perdu atau penutup tanah pola penataannya diarahkan pada keindahan atau aspek estetika (Nazaruddin, 1996).

Tanaman hias berupa perdu atau penutup tanah merupakan elemen lanskap yang mutlak diperlukan keberadaannya di jalur hijau atau taman kota. Tanaman penutup tanah memiliki nilai estetika visual yang terdapat di warna daun tanaman dan pola penataanya sehingga memberikan kesan taman yang indah nyaman. Pola penataan taman pada lahan terbatas bentuk merupakan unsur desain taman yang ditekankan penggunaannya.
Ada dua macam bentuk utama yaitu bentuk geomatris dan bentuk nongeomatris/nonformal atau organik. Dalam menyusun kombinasi tanaman yang menunjang di lahan marjinal, perlu dipilih jenis – jenis tanaman yang sesuai dengan nilai arsitektural maupun nilai aritstik – visual secara individu. Dengan demikian maka pemilihan tanaman dalam kawasan kota dilakukan berdasarkan karakteristik dan nilai estetika yang dimiliki tanaman hias (Nugrahani, 2006).
Sebagai tanaman penutup tanah di jalur hijau kota Surabaya, widosari (Ipomoea digitata L) memiliki kemudahan dalam pemeliharaan di lahan marjinal serta ketahanan tanaman terhadap perubahan cuaca maupun kondisi lingkungan Surabaya dan keunikan yang khas pada warna daunnya, menurut Suroto pimpinan CV. Wahyu Sentosa selaku rekanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya.





Menurut Maji Koordinator Lapang CV. Waskita Tunggal selaku rekanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, warna hijau muda daun widosari menjadi daya tarik tersendiri dibandingkan tanaman hias lainnya dan menjadi salah satu pertimbangan Dinas Kebersihan dan Pertamanan memilih tanaman widosari guna menghijaukan kota Surabaya.

B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk – bentuk penampilan desain tanaman widosari (ipomoea digitata) dalam eleman lanskap.di jalur hijau atau taman kota Surabaya.

C. Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat perbedaan kadar klorofil total daun widosari terhadap lokasi tumbuh di tempat panas, polusi, teduh, bebas polusi.
2. Apakah terdapat beda penampilan tanaman widosari dalam elemen lanskap di jalur hijau atau taman kota Surabaya.

D. Hipotesis
1. Terdapat perbedaan kadar klorofil total daun terhadap tanaman widosari di tempat tumbuh panas, polusi, teduh, bebas polusi.
2. Terdapat perbedaan penampilan tanaman widosari dalam elemen lanskap di jalur hijau atau taman kota Surabaya.


II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Botani Tanaman Widosari (Ipomoea digitata)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Solanales
Suku : Convolvulaccae
Marga : Ipomoea
Jenis : Ipomoea digitata
Nama Umum : Widosari
Nama Daerah
Sumatera : Kaledek hutan, akar laus (Melayu)
Jawa : Widosari (Jawa Tengah)
Deskrispsi
Akar : Serabut, berumbi.
Daun : Helai daun bentuk bulat atau jantung, ujung meruncing.
Buah : bentuk bulat telur, ujung runcing, panjang 0,5 – 2 cm.
Ekologi dan penyebaran
Dibudidayakan sebagai tanaman pangan. Tumbuh baik pada berbagai jenis tanah mulai dari ketinggian 100 m sampai 6oo m di atas permukaan laut.

I. Agroekologis Untuk Tanaman Secara Umum
1. Suhu
Indonesia termasuk daerah tropik, perubahan suhunya banyak dipengaruhi oleh perbedaan tinggi tempat. Semakin tinggi suatu tempat maka suhunya akan semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah tempat maka suhunya akan semakin tinggi (Sulistyantara, 2002).
2. Cahaya
Cahaya sangat dibutuhkan oleh setiap jenis tanaman untuk dapat hidup dengan baik akan tetapi tanaman memerlukan cahaya matahari langsung maupun tidak langsung misalnya daerah pegunungan intesitas matahari langsungnya rendah karena pengaruh awan, sedangkan dataran rendah dapat menerima sinar matahari langsung sepanjang hari (Soetomo, 1996).
3. Tanah
Tekstur tanah bersifat remah berbutir – butir, aerasi tanah baik, dapat menyimpan air dengan baik dan mencukupi kebutuhan tanaman, mengandung cukup bahan organik yang diperlukan tanaman, memiliki tingkat kemasaman tanah yang sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam (Sintia dan Murhanto, 2004).
4. Ketersediaan Air
Tanaman mempunyai respon tertentu terhadap kondisi air sekitarnya, sehingga ditemui adanya tanaman yang dapat hidup dengan baik ditempat yang banyak airnya atau bahkan di dalam air, tetapi ada juga sebaliknya senang tumbuh ditempat yang kering (Sulistyantara, 2002).
2. Fungsi Tanaman Dalam Lanskap
Tanaman dalam elemen lanskap memiliki karakteristik hortikultura seperti bentuk tinggi dan lebar, bercabang, berbunga dan berdaun serta tanaman mempunyai kualitas desain seperti dari bentuk, warna, tekstur dan berkelompok. Tanaman dalam elemen lanskap meliputi pohon, rumput, tanaman penutup tanah, atau semak atau perdu. Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang memiliki keunggulan karena keunikan atau keindahan daun – daunnya. tanaman penutup tanah seperti semak adalah tanaman yang pertumbuhannya rendah.
Menurut Sydnor (dalam Nudia 2007), fungsi penggunaan tanaman merupakan suatu pendekatan baru dalam memecahkan permasalahan lanskap. Fungsi dari penggunaan tanaman dalam lanskap meliputi :
1. Fungsi Estetika Tanaman
Fungsi estetika tanaman digunakan untuk memberikan keindahan dan kenyamanan. Estetika tanaman dapat memberikan seni hidup untuk meningkatkan kualitas visual lingkungan dengan penampilan warna, dan bentuk arsitektur taman. Bila ditempatkan sebagai dinding atau pagar, tanaman dapat menciptakan daya tarik dari bayangan ranting dan daun – daun. Tanaman dapat sebagai latar tanaman lainnya dan dapat diatur untuk visual obyektif dan strukural.
2. Fungsi Arsitekturistik Tanaman
Tanaman dapat digunakan untuk membentuk dinding, lantai dari perbedaan pertumbuhan dan karakteristik daun – daunnya. Semak – semak dapat menciptakan dinding atau menyaring atau penghalang pandangan yang dapat


memberikan perlindungan. Tanaman penutup tanah dengan daun – daun dan karakteristik teksturnya yang seragam memberikan nuansa seperti lantai arsitektural.
3. Fungsi Tanaman Secara Teknis
Fungsi tanaman secara teknis yaitu dapat menghalau serta melembutkan cahaya matahari di permukaan dan di dalam air, dapat menghalau cahaya kendaraan dan jalan. Tanaman yang banyak ranting dan daun dapat menyerap dan mengurangi kebisingan
Menurut Nazaruddin (1996), tanaman semak merupakan jenis tanaman yang agak kecil dan rendah, serta pertumbuhannya cenderung merambat atau melebar. Jenis tanaman semak hias adalah lidah mertua (Sanseviera trifasciata), tricolor (Dracaena marginata, nusa indah (Mussaenda philippica) Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002 menjelaskan, bahwa semak hias adalah tanaman yang pertumbuhan optimal batangnya mempunyai garis tengah maksimal 5 cm, dengan ketinggian 2 meter3. Tanaman Sebagai Penyerap Polutan
Tanaman yang ditanam pada jalur hijau jalan di perkotaan dimaksudkan untuk memenuhi beberapa fungsi antara lain, fungsi untuk memperbaiki iklim mikro, yaitu menurunkan suhu, meningkatkan kelembapan udara dan menurunkan intensitas sinar matahari. Sedangkan fungsi secara teknis adalah untuk mengurangi dan menurunkan tingkat pencemaran udara dengan cara menyerap polutan (Carpenter, Walker dan Lanphear, 1975 dalam Nugrahani, 2005)




Menurut Arifin (1999) bahwa tanaman yang mempunyai daya serap polutan paling tinggi yaitu mahoni, angsana dan bogenvilll. Karena ketiga tanaman tanaman ini memperlihatkan pertumbuhan tajuk cukup baik, tingkat kerusakan daunnya rendah dan mempunyai daya tahan yang cukup baik terhadap kondisi udara.
Dari penelitian Ramadan (2006) menujukkan bahwa ketiga spesies tanaman yang toleran terhadap pencemaran udara adalah tanaman Sono (Pterocarpus indicus), Glodogan (Polyalthia longifolia), Beringin (Ficus benjamina). Sedangkan penelitian Arifin (1999) terhadap tanaman tepi jalan di kota Malang menunjukkan kemampuan tanaman dalam menurunkan tingkat pencemaran udara, tanaman yang memiliki daya tahan dan kapasitas tersebut adalah Mahoni, Angsana dan Bougenvillea.

3. Dampak Pencemaran Udara Bagi Tanaman

Pencemaran atau polusi ialah segala sesuatu yang dihasilkan manusia dalam jumlah yang demikian banyak sehingga mengganggu kesehatan dan kesejahteraan manusia, sedangkan pengaruh polutan bagi pertumbuhan tanaman dapat menimbulkan kerusakan yang dapat ditunujukkan sebagai luka yang nyata (kematian dari semua bagian atau bagian tanaman) atau hanya penurunan pertumbuhan (Dwijoseputro 1994). Pencemaran udara akan mempengaruhi kecepatan fotosintesis dan respirasi tanaman, tingkat pencemaran udara juga dapat diketahui dangan menggunakan tanaman sebagai indikator.


Kandungan klorofil, merupakan zat hijau daun yang berperan dalam proses fotosintesa. Keberadaan polutan dapat memurunkan kadar klorofil, hal ini dapat dijelaskan masuknya polutan pada daun mengakibatkan rusaknya kutikula sehingga respirasi terhambat dengan demikian proses fotosintesis juga terhambat.
Pada tanaman yang toleran terhadap polutan mempunyai kandungan klorofil yang tinggi karena secara fisiologis tanaman dapat menetralkan polutan sehingga tidak merusak klorofil. Tanaman akan menunjukan penurunan kadar klorofil pada kondisi udara yang tercemar (Adiputro, Karliansyah dan Wardhana, 1995).
B. Unsur Desain Lanskap
Unsur desain lanskap adalah komponen atau elemen taman yang disusun sehingga didapatkan suatu karya taman yang indah, menarik dan menyenangkan, yang secara fungsional berguna dan menghasilkan suatu keindahan visual. Dengan kata lain unsur desain lanskap akan memberikan gaya/corak dan suasana tertentu dari sebuah taman.
Kata desain dikenal juga sebagai pola, cipta, skema, rancangan, dan rencana. Mendesain berarti membuat pola, skema, merancang dan merencana. Dengan pengertian lain mendesain adalah suatu seni untuk menghasilkan karya yang indah, menarik dan memuaskan. Mendesain berarti suatu seni untuk menghasilkan suatu karya taman yang indah, menarik dan memuaskan (Suharto, 1994).



Tujuan desain adalah terciptanya suatu karya yang memuaskan, menyenangkan hati pemakai atau users. Desain dimulai dari suatu konsep/gagasan/ide dengan mempertimbangkan aspek fungsi yaitu penekanan dari pemanfaatan benda yang digunakan dan aspek estetika yaitu usaha untuk menghasilkan suatu keindahan visual, kemudian diterjemahkan oleh pembuat atau pelaksana. Sehingga terciptalah suatu karya desain yang diharapkan dapat disukai atau dinikmati oleh setiap orang atau warga.
Unsur keindahan visual dapat diperoleh melalui desain bentuk dan warna yang memiliki sifat dan karakter sehingga dapat mempengaruhi kesan dan suasana ruang yang diciptakan. Ruang merupakan suatu wadah yang tidak nyata, akan tetapi dapat dirasakan keberadaannya oleh manusia. Ruang terbuka selalu terletak di luar massa bangunan, dapat dimanfaatkan dan dipergunakan oleh setiap orang atau warga dan memberi kesempatan untuk bermacam – macam kegiatan.

I. Unsur Desain Bentuk
Bentuk merupakan unsur desain taman yang paling dikenal dan banyak penggunaannya. Ada dua macam bentuk utama, yaitu bentuk geomatris dan bentuk nongeomatris/ nonformal atau organik. Bentuk adalah sebuah benda tiga dimensi yang dibatasi bidang datar, bidang dinding dan bidang pengatap. Bentuk sebuah benda dapat dibedakan dalam kategori bentuk alami dan bentuk binaan (buatan manusia). Dari penampilannya, dapat dibagi menjadi bentuk geomatris/ formal dan bentuk non geomatris/non formal/tidak teratur.


Bentuk visual ruang, dimensi dan skalanya, kualitas cahaya semua tergantung dari persepsi kita akan batas – batas ruang yang ditentukan oleh unsur – unsur pembentuknya (Ching, 2000). Penataan tanaman tepi jalan yang difungsikan untuk mengurangi polusi udara dan bising memiliki ciri : toleran terhadap polusi udara, mempunyai kemampuan tinggi menyerap polutan, ditanam dekat tepi jalan, penanaman yang efektif mengurangi polutan atau bising terdiri atas beberapa lapis semak dan dikombinasi dengan dinding penahan suara (Nasrullah, 1999).
Bentuk dalam keindahan, suatu desain dapat dilihat dari sudut keindahan bentuknya dan keindahan ekspresinya. Keindahan suatu bentuk menyangkut pertimbangan tentang prinsip – prinsip desain, yaitu adanya keteraturan, keterpaduan, keseimbangan, irama, proporsi dan skala (Suharto, 1994).

2. Unsur Desain Warna
Dalam perancangan suatu taman unsur desain warna diwujudkan dalam penentuan warna tanaman pada bagian daun, batang, bunga, dan buah. Penyajian gambar rancangan dalam tata warna diperlukan sebagai tambahan nilai jual serta sebagai aksentuasi rancangan. Pewarnaan dalam gambar rancangan sebaiknya disesuaikan dengan rencana pelaksanaan.
Menurut Ching (2000) warna merupakan fenomena pencahayaan dan persepsi visual yang menjelaskan persepsi individu dalam corak, intensitas dan nada. Warna adalah atribut yang paling menyolok membedakan suatu bentuk dari lingkungannya sehingga warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.


Warna dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok warna primer, sekunder dan tertier. Warna primer, disebut juga dengan warna pokok, terdiri dari merah, kuning dan biru. Sedangkan kelompok warna yang lain merupakan campuran warna pokok yang menghasilkan warna lain. Warna tersebut dapat dipadukan menjadi satu kesatuan perpaduan warna. Monokromatis adalah perpaduan warna – warna dalam satu jenis keluarga warna, misalnya merah, merah muda, merah tua.
Analogis adalah perpaduan warna yang saling berdekatan dalam lingkaran warna, misalnya kuning, hijau dan biru. Sedangkan komplementer adalah perpaduan warna – warna saling bertentangan atau berlawanan dalam lingkaran warna misalnya kuning dipadu dengan ungu, merah dipadu dengan hijau dan sebagainya (Nugrahani, 2001)
Dari penelitian Ramadan (2006) menujukkan bahwa ketiga spesies tanaman yang toleran terhadap pencemaran udara adalah tanaman Sono (Pterocarpus indicus), Glodogan (Polyalthia longifolia), Beringin (Ficus benjamina). Sedangkan penelitian Arifin (1999) terhadap tanaman tepi jalan di kota Malang menunjukkan kemampuan tanaman dalam menurunkan tingkat pencemaran udara, tanaman yang memiliki daya tahan dan kapasitas tersebut adalah Mahoni, Angsana dan Bougenvillea.






III. BAHAN DAN METODE


A. Tempat dan Waktu
Penelitian dimulai pada bulan Agustus 2008. Observasi dan survei dilakukan di jalan Ngagel Jaya, Manyar Kertoarjo, Raya Gubeng dan Dharmahusada yang merupakan jalan perkotaan dengan jalur hijau atau taman kota yang didominasi oleh tanaman Widosari (Ipomoea digitata. L)
Pengukuran Kadar Klorofil Total Daun dilakukan dalam serangkaian uji laboratorium. Uji laboratorium dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur di Surabaya.

B. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan untuk pengukuran Kadar Klorofil Total Daun tanaman telo – teloan meliputi gunting pangkas, cutter, kantong plastik, label, timbangan analitik, spectrophotometer, penumbuk, acetone 80 %.
Bahan dan alat yang digunakan untuk mengetahui berbagai bentuk desain penampilan tanaman widosari di jalur hijau berupa kamera digital, meteran, alat tulis meliputi pensil 2B, pulpen, penggaris, klipboard.

C. Observasi dan Survei
Observasi dilakukan dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh melalui pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer berupa pengamatan secara langsung tanaman widosari yaitu :


pada empat lokasi penanaman tempat Teduh Bebas Polusi (TB); Teduh Polusi (TP); Panas Bebas Polusi (PB); Panas Polusi (PL) maupun di laboratorium. Sedangkan untuk pengumpulan data sekunder dimana observer atau pengamat tidak meneliti langsung tetapi dari beberapa sumber pustaka yaitu mengenai data karakteristik tanaman widosari (Ipomoea digitata. L) atau kriteria tanaman di jalur hijau, cara perbanyakan tanaman, cara penanaman, perawatan meliputi penyiraman, pemupukan, pemangkasan yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya.
Survei lapang dilakukan untuk mengetahui keadaan umum lokasi penelitian, bentuk – bentuk desain penampilan tanaman widosari dalam elemen lanskap di jalur hijau jalan Ngagel Jaya, Manyar Kertoarjo, Raya Gubeng dan Dharmahusada dengan melakukan pengamatan secara langsung menggunakan kamera digital.
Pengukuran kadar klorofil total daun dilakukan terhadap sampel daun tanaman widosari yang diambil secara pengambilan sampel secara disengaja meliputi 3 sampel daun tanaman widosari yang diambil pada bagian tengah tanaman di empat lokasi penanaman yang telah dilakukan observasi secara langsung.





D. Pengukuran Kadar Klorofil Total Daun
1. Pengukuran Kadar Klorofil Total Daun dilakukan setelah pengambilan sebanyak 3 sampel daun tanaman untuk masing – masing lokasi tempat penanaman yaitu :
Teduh Bebas Polusi (TB); Teduh Polusi (TP); Panas Bebas Polusi (PB); Panas Polusi (PL) masing – masing 5 gram, selanjutnya dilakukan ulangan sebanyak 3 kali untuk tiap lokasi penanaman.
− Lokasi Tempat Teduh Bebas Polusi (TB) : yaitu berada di pekarangan atau halaman belakang yang terletak jauh dari jalan raya maupun lintasan kendaraan bermotor, sehingga tingkat polusi rendah dan tempat penanaman yang berada dalam ruangan indoor mengakibatkan intensitas cahaya matahari rendah.
− Lokasi Tempat Teduh Polusi (TP) : yaitu berada di daerah pemukiman warga atau yang terletak cukup dekat dengan lintasan kendaraan bermotor sehingga tingkat polusi tinggi dan tempat penanaman berada di bawah naungan pohon atau tanaman lainnya sehingga tidak mendapatkan secara langsung sinar matahari.
− Lokasi Tempat Panas Bebas Polusi (PB) : berada di pekarangan atau halaman rumah yang terletak jauh dari lintasan kendaraan bermotor atau jalan raya sehingga tingkat polusi rendah dan tempat penanaman berada di ruangan terbuka, sehingga dengan mudah mendapatkan sinar matahari secara lanngsung.




− Lokasi Tempat Panas Polusi (PL) : yaitu terletak dekat dengan lintasan kendaraan bermotor atau jalan raya sehingga tingkat polusi tinggi dan tempat penanaman berada di ruangan terbuka outdoor, tanpa terlindungi naungan mengakibatkan intesitas cahaya matahari tinggi.

2. Pengukuran Kadar Klorofil Total Daun.
Total daun ditetapkan dengan menggunakan alat spectrophotometer yaitu sampel daun tanaman telo – teloan sebanyak 5 gram ditumbuk hingga halus, kemudian ditambahkan larutan Acetone 80%. Ekstrak dimasukkan ke dalam centrifuge hingga diperoleh supernatant atau filtrat. Supernatant diukur dengan 1100 RS spectrophotometer pada panjang gelombang 663 nm dan 646. Klorofil dihitung dengan rumus :
Klorofil Total : 0,79 OD + 1,676 (mg/g)
OD : Optical Density
E. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan adalah kadar klorofil dengan menggunakan alat spectrophotometer dan penampilan tanaman widosari.
F. Analisis data
Kadar klorofil dianalisis menggunakan perangkat lunak statistik SPSS One Way Anova dan apabila terdapat perbedaan secara nyata di antara kelompok perlakuan maka dilanjutkan menggunakan uji lanjutan LSD untuk mengetahui perbedaan 2 kelompok perlakuan. Sedangkan, penampilan tanaman widosari akan dijelaskan secara deskriptif.

DAFTAR PUSTAKA


Adiputro, Karliansyah, dan H.D. Wardhana, 1995. Klorofil Tumbuhan Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara, Jurnal Lingkungan dan Pembangunan, 5 (2): 233 – 248.

Arifin, 1999. Analisis Potensi Absorbsi Gas PbO Beberapa Jenis Tanaman Di Jalan Protokol Malang, Habitat, 105 (10): 60 – 65.

Arifin, Hadi S., 2006. Taman Instan, Penebar Swadaya, Penebar Swadaya,
Jakarta, 140 Hal.

Arifin, Hadi S., 2007. 22 Desain Taman Mungil, Penebar Swadaya, Jakarta, 92 Hal.

Ashihara, Y., Exterior Design In Architecture, Penuntun Mata Kuliah Arsitektur Landscape. Fakultas Teknik Arsitektur ITS. (tidak dipublikasikan). 144 Hal

Ching, F., 2000, Achitecture; Form, Space, and Order, Erlangga, Jakarta, 386 Hal.

Dwidjoseputro, D., 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Erlangga, Jakarta, 133 Hal.

Irwan, Zoer’aini D., 1997. Prinsip – prinsip Ekologi dan Organisasi. Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bumi Aksara, Jakarta, 210 Hal.

Irwan, Zoer’aini D., 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota, Bumi Aksara, Jakarta, 179 Hal.

Mulat, Tri., 2003. Pertanian Di Internet, Penebar Swadaya, Jakarta, 119 Hal.

Nazaruddin, 1996. Penghijauan Kota, Penebar Swadaya, Jakarta, 120 Hal.

Nudia, D. 2007., Toleransi 10 Spesies Tanaman Semak Hias Terhadap Pencemaran Udara di Tiga Jalur Hijau Median Jalan Kota Surabaya. Skripsi. Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.

Nugrahani, P., 2001. Penuntun Praktikum Hortikultura Lansekap. Fakultas Pertanian UPN ”Veteran” Jawa Timur. (tidak dipublikasikan). Surabaya. 28 Hal.

Nugrahani, P., 2005. Penuntun Praktikum Perancangan Lanskap. Fakultas Pertanian UPN ”Veteran” Jawa Timur. (tidak dipublikasikan). Surabaya. 24 Hal.

Nugrahani, P., 2006. Ruang Terbuka Hijau Perkotaan. Makalah disampaikan pada Kuliah Tamu dan Talk Show. Tanggal 25 April 2006. Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.

Ramadan, S., 2006. Toleransi Tiga Spesies Pohon Tepi Jalan Terhadap Pencemaran Udara di Kota Surabaya. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.

Rizal, “Peraturan Daerah Kota Surabaya No 7 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau”. Salinan. http://www.Surabaya.go.id/pdf/Perda 2002

Sintia, M. dan Murhanto, 2004. Mendesain, Membuat, Merawat Tanaman Rumah, Agromedia Pustaka, Jakarta, 113 Hal.

Soetomo, 1996. Mengelola Pekarangan Sejahtera, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 223 Hal.

Suharto, 1994. Dasar – Dasar Pertamanan, Media Wiyata, Semarang, 210 Hal.

Sulistyantara, B., 2002. Taman Rumah Tinggal, Penebar Swadaya, Jakarta, 194 Hal.